Halaman

Jumat, 29 November 2013

Budaya Teknologi dan SMS untuk Jokowi


Citizen6, Jakarta: Keinginan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) untuk bisa berdialog secara langsung dengan warga dengan memberikan nomor telepon pribadi saat acara rembuk provinsi pada Rabu 28 Noember 2013 pagi, rupanya berbuntut rusaknya ponsel Jokowi. Di luar dugaan, ratusan pesan singkat masuk secara beriringan tiada hentinya. Alhasil, handphone Jokowi mengalami hang.




"Langsung masuk 540 sms, telepon genggam saya itu langsung rusak," ujarnya di Balaikota, Jakarta, Kamis 28 November 2013 sore. (1) Tidak dirinci memang siapa yang me-sms Jokowi, tapi kini di Jakarta atau Indonesia menjadi penguna ke-6 terbesar di dunia dalam pengunaan telepon seluler. The Globe Journal melaporkan hampir 236 juta handphone digunakan oleh orang di Indoensia. Jumlah ini tentu dengan asumsi banyak orang di Indonesia yang mengunakan lebih dari satu telepon seluler. Masyarakat yang begitu mengetahui nomor telpon seluler Jokowi pun langsung mencoba nomor tersebut. Memang Jokowi tidak berbohong. Nomor tersebut adalah nomor yang digunakannya atau paling tidak berada pada ajudan, orang yang posisinya berdekatan dengannya.


Mungkin saja banyak motif orang yang me-sms ke nomor pribadinya tersebut, mulai yang sekedar coba-coba hingga yang benar-benar percaya. Dengan melakuan hubungan sms ini, siapa pun dia dan apalagi nomor itu benar dimiliki oleh Jokowi, maka orang tersebut akan merasa dekat (terlebih) jika kemudian memperoleh response. Jadi untuk gubernur sepopuler Joko Widodo bukanlah sebuah hal yang aneh jika dalam satu kesempatan, begitu di buka ada ratusan sms masuk ke telepon selulernya.


Pemikiran McLuhan

Sebenarnya teknologi komunikasi seperti ini jauh hari sudah dipikirkan oleh Marshall McLuhan, seorang pemikir komunikasi yang paling terdepan pada masanya di era tahun 60 hingga 80. Pada tahun 60-an ide-idenya banyak dipertanyakan orang, tapi justru sekarang semua yang dipikirkannya justru menjadi kenyataan. Pemikiran McLuhan dimulai sejak ia masih kecil, saat berada di padang rumput, ia membayangkan adanya sebuah dunia flat - kampung besar yang tanpa batas atau sekat. " Things became smaller as they receded into the distance". Kepercayaan tersebut merupakan konsep awal tentang terdistorsinya konsepsi jarak dan waktu.


Dasar pemikiran McLuhan ini mendapat banyak pertanyaan karena pada awal tahun 60 an - teknologi komunikasi masih sangat terbatas, jaringan televisi, telepon, radio, dan lain-lain masih terbatas. (2) Namun McLuhan sudah memprediksi akan terjadinya masa, dimana teknologi komunikasi akan menuju sebuah era elektronik bahkan (kemudian) digital, yang kemudian di sebutnya sebagai " Medium is the Message". Hal inilah yang memungkinkan pemikirannya soal " Global Village" ini terwujud.


McLuhan sangat percaya manusia atau masyarakat akan membuat teknologi-teknologi yang bisa menjawab bagaimana mereka akan berinteraksi langsung sehingga Global Village ini bisa terwujud. Dalam bahasa yang lebih lugas, pemikiran McLuhan ini disebut sebagai determinisme teknologi, yang dapat diartikan bahwa setiap kejadian atau tindakan yang dilakukan manusia itu akibat pengaruh dari perkembangan teknologi. (3) Jadi kini di era teknologi komunikasi yang serba cangih ini, seseorang pemimpin harus mau terjangkau oleh masyarakat, sebab tidak ada alasan untuk tidak bisa meresponse apa yang dihendaki oleh masyarakat.


Masalahnya sekarang perangkat telepon seluler yang cangih ini fungsinya bukan hanya bisa me-sms - Jokowi tetapi memiliki fungsi-fungsi lain. Profesor James E Katz yang berasal dari Feld Emerging Media di Universitas Boston University of Communication, dalam studi penelitiannya studi media melihat bagaimana sebuah teknologi komunikasi yang bernama telepon seluler menjadi teknologi yang paling pribadi. Sesuatu yang pribadi itu kemudian digunakan oleh berbagai kalangan dari anak -anak, remaja hingga orang tua. Selain itu, telepon seluluer pun digunakan mulai dari remaja di perkotaan hingga pekerja informal bahkan hingga digunakan untuk kepentingan science seperti kesehatan. Bahkan seorang pedagang sayur pun kini memanfaatkan teknologi ini untuk mendapatkan keuntungan dari kompresi ruang-waktu (Harvey 1989).


Aspek Budaya Teknologi

Meski di satu sisi banyak manfaat dari teknologi komunikasi, tapi teknologi perlu dilihat dari aspek budayanya. Dalam konteks telpon seluler ini misalnya perlu dilihat aspek budaya yang meliputi tujuan, perilaku, tatanilai, norma, etika, kepercayaan yang melekat di masyarakat yang mengunakan teknologi. Aspek terakhir budaya dalam teknologi tidak bersifat netral - tidak dalam kondisi seharusnya dimana penguna teknologi komunikasi seharusnya beretika, memiliki norma, dan lain-lain, tapi justru teknologi komunikasi seperti telpon seluler justru kerap digunakan untuk hal-hal negatif.


Seperti misalnya Budaya instan, mudah menampilkan kemarahan dan tindakan-tindakan emosional lainnya semudah memainkan ibu jari pada tuts keypad telepon pintar yang sudah menjadi salah satu budaya baru bagi masyarakat. Dalam imajinasi penulis yang melakukan itu, hampir rata-rata di antara kita kini dengan sangat mudahnya membeberkan dan menampilkan kondisi-kondisi emosi atau perasaan terkini. Meskipun kadang dengan tujuan yang tidak jelas juga.


Instanisasi symbol-symbol emosi/perasaan yang sering bisa di download pada gadget (dikenal dengan Emoticon, bahkan kakao talk meluncurkan produknya dengan mengusung emoticon-nya yang lebih "unyu-unyu" yang difungsikan sebagai pengganti emosi dalam kalimat atau tulisan pada saat chat berlangsung secara terus-menerus dengan frekuensi yang tinggi ditengarai oleh penulis bisa menjadi salah satu faktor pengubah perilaku atau budaya penggunanya. "Menggampangkan" sebuah makna emosi adalah sumbernya. Masyarakat menjadi lebih mudah melampiaskan emosi-emosi sesaatnya itu.


KategoriTeknologi - Budaya

Lewis Thomas mengkategorikan teknologi ke dalam real high technology dan halfway technology. Sebuah teknologi dikatakan real high technology jika teknologi dapat digunakan secara efektif dan tidak memakan biaya yang begitu besar, dan tidak membebankan penggunanya. Sedangkan halfway technology adalah teknologi yang bermanfaat, namun tidak semua orang dapat merasakan manfaatnya. Hal ini disebabkan teknologi tersebut tidak terjangkau oleh semua orang dan tidak dapat diaplikasikan setiap saat.


Dalam konteks sms Jokowi inilah, teori real high technology ini diterapkan. Harga telpon seluler yang cukup terjangkau, sms yang murah dan mudah pengunaanya menyebabkan banyaknya sms itu masuk ke nomor telpon Jokowi. (4) Meski pengunaan teknologi real high teknologi ada pada telpon seluler, namun dampak negatifnya harus dipikirkan. Jadi, bila warga Jakarta ataupun warga Indonesia lainnya yang perduli pada pembangunan ibukota, sms lah ke nomor Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, sesuatu yang berguna dan penuh tanggung jawab. (Bayu Santoso/Raymond Kaya/mar)


Bayu Santoso dan Raymond Kaya, Keduanya adalah Mahasiswa Magister Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta.


Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.